Senin, 05 November 2012
prosedur pendirian koperasi
PROSEDUR PENDIRIAN KOPERASI MEMBANGUN KOPERASI KOPERASI MEMBANGUN
(PROSEDUR PENDIRIAN KOPERASI) Suatu koperasi hanya dapat didirikan bila
memenuhi persyaratan dalam mendirikan koperasi. Syarat-syarat
pembentukan koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan
Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor:
104.1/Kep/M.Kukm/X/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan,
Pengesahan Akta Pendirian Dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, adalah
sebagai berikut :
a. Koperasi primer dibentuk dan didirikan oleh sekurang-kurangnya dua
puluh orang yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama;
b. Pendiri koperasi primer sebagaimana tersebut pada huruf a adalah
Warga Negara Indonesia, cakap secara hukum dan maupun melakukan
perbuatan hukum;
c. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara
ekonomi, dikelola secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi
yang nyata bagi anggota
d. Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha
yang akan dilaksanakan oleh koperasi;
e. Memiliki tenaga terampil dan mampu untuk mengelola koperasi. Selain
persyaratan diatas, perlu juga diperhatikan beberapa hal-hal penting
yang harus diperhatikan dalam pembentukan koperasi yang dikemukakan
oleh Suarny Amran et.al (2000:62) antara lain sebagai berikut :
a. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi dan yang nantinya akan
menjadi anggota koperasi hendaknya mempunyai kegiatan dan kepentingan
ekonomi yang sama. Artinya tidak setiap orang dapat mendirikan dan atau
menjadi anggota koperasi tanpa didasarkan pada adanya keje-lasan
mengenai kegiatan atau kepentingan ekonomi yang akan dijalankan.
Kegiatan ekonomi yang sama diartikan, memiliki profesi atau usaha yang
sama, sedangkan kepentingan ekonomi yang sama diartikan memiliki
kebutuhan ekonomi yang sama.
b. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara
ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa usaha tersebut akan
dikelola secara efisien dan mampu menghasilkan keuntungan usaha dengan
mem-perhatikan faktor-faktor tenaga kerja, modal dan teknologi.
c. Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha
yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal tersebut dimaksudkan agar
kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan tanpa menutup
kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar.
d. Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha
yang akan dilaksanakan agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam
pe-ngelolaan koperasi. Perlu diperhatikan mereka yang nantinya
ditunjuk/ dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki
kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yangdidirikan
tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan Setelah persyaratan
terpenuhi para pendiri kemudian mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan
untuk mengadakan rapat pembentukan koperasi, setelah memiliki bekal
yang cukup dan telah siap para pendiri melakukan rapat pembentukan
koperasi yang dihadiri dinas koperasi dan pejabat lainnya, pendirian
koperasi tidak sampai disana karena lembaga koperasi yang telah
didirikan perlu disahkan badan hukumnya. Penjelasan lebih lanjut
mengenai tahapan-tahapan tersebut diuraikan di bawah ini :
A. Tahap Persiapan Pendirian Koperasi
Sekelompok orang bertekad untuk mendirikan sebuah koperasi terlebih
dahulu perlu memahami maksud dan tujuan pendirian koperasi, untuk itu
perwakilan dari pendiri dapat meminta bantuan kepada Dinas Koperasi dan
UKM ataupun lembaga pendidikan koperasi lainnya untuk memberikan
penyuluhan dan pendidikan serta pelatihan mengenai pengertian, maksud,
tujuan, struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi, dan
prospek pengembangan koperasi bagi pendiri. Setelah mendapatkan
penyuluhan dan pelatihan perkoperasian, para pendiri sebaiknya
membentuk panitia persiapan pembentukan koperasi, yang bertugas :
a. Menyiapkan dan menyampaikan undangan kepada calon anggota, pejabat
pemerintahan dan pejabat koperasi.
b. Mempersiapakan acara rapat.
c. Mempersiapkan tempat acara.
d. Hal-hal lain yang berhubungan dengan pembentukan koperasi. B.
Tahap rapat pembentukan koperasi
Setelah tahap persiapan selesai dan para pendiri pembentukan koperasi
telah memiliki bekal yang cukup dan telah siap melakukan rapat
pembentukan koperasi. Rapat pembentukan koperasi harus dihadiri oleh 20
orang calon anggota sebagai syarat sahnya pembentukan koperasi primer.
Selain itu, pejabat desa dan pejabat Dinas Koperasi dan UKM dapat
diminta hadir untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan
petunjuk-petunjuk seperlunya.
Hal-hal yang dibahas pada saat rapat pembentukan koperasi , dapat
dirinci sebagai berikut :
Pembuatan dan pengesahan akta pendirian koperasi , yaitu surat
keterangan tentang pendirian koperasi yang berisi pernyataan dari para
kuasa pendiri yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat
pembentukan koperasi untuk menandatangani Anggaran Dasar pada saat
pembentukan koperasi.
Pembuatan Anggaran Dasar koperasi, yaitu pembuatan aturan dasar
tertulis yang memuat tata kehidupan koperasi yang disusun dan
disepakati oleh para pendiri koperasi pada saat rapat pembentukan.
Konsep Anggaran Dasar koperasi sebelumnya disusun oleh panitia pendiri,
kemudian panitia pendiri itu mengajukan rancangan Anggaran Dasarnya
pada saat rapat pembentukan untuk disepakati dan disahkan. Anggaran
Dasar biasanya mengemukakan :
Nama dan tempat kedudukan, maksudnya dalam Anggaran Dasar tersebut
dicantumkan nama koperasi yang akan dibentuk dan lokasi atau wilayah
kerja koperasi tersebut berada.
Landasan, asas dan prinsip koperasi, di dalam Anggaran Dasar
dikemukakan landasan, asas dan prinsip koperasi yang akan dianut oleh
koperasi.
Maksud dan tujuan, yaitu pernyataan misi, visi serta sasaran
pembentukan koperasi.
Kegiatan usaha, merupakan pernyataan jenis koperasi dan usaha yang akan
dilaksanakan koperasi. Dasar penentuan jenis koperasi adalah kesamaan
aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya. Misalnya,
koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi
pemasaran dan koperasi jasa atau koperasi serba usaha.
Keanggotaan, yaitu aturan-aturan yang menyangkut urusan keanggotaan
koperasi. Urusan keanggotaan ini dapat ditentukan sesuai dengan
kegiatan usaha koperasi yang akan dibentuknya. Biasanya ketentuan
mengenai keanggotaan membahas persyaratan dan prosedur menjadi anggota
koperasi , kewajiban dan hak-hak dari anggota serta ketentuan-ketentuan
dalam mengakhiri status keanggotaan pada koperasi.
Perangkat koperasi, yaitu unsur-unsur yang terdapat pada organisasi
koperasi. Perangkat koperasi tersebut, sebagai berikut : * Rapat
Anggota. Dalam Anggaran Dasar dibahas mengenai kedudukan rapat anggota
di dalam koperasi, penetapan waktu pelaksanaan rapat anggota, hal-hal
yang dapat dibahas dalam rapat anggota, agenda acara rapat anggota
tahunan, dan syarat sahnya pelaksanaan rapat anggota koperasi. *
Pengurus. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan tentang kedudukan pengurus
dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan pengurus, tugas, kewajiban
serta wewenang dari pengurus koperasi. * Pengawas. Dalam Anggaran Dasar
dijabarkan tentang kedudukan pengawas dalam koperasi, persyaratan dan
masa jabatan pengawas, tugas serta wewenang dari pengawas koperasi. *
Selain dari ketiga perangkat tersebut dapat ditambahkan pula pembina
atau badan penasehat.
Ketentuan mengenai permodalan perusahaan koperasi, yaitu pembahasan
mengenai jenis modal yang dimiliki (modal sendiri dan modal pinjaman),
ketentuan mengenai jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus
dibayar oleh anggota.
Ketentuan mengenai pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), yaitu ketentuan
yang membahas penjelasan mengenai SHU serta peruntukan SHU koperasi
yang didapat.
Pembubaran dan penyelesaian, membahas tata-cara pembubaran koperasi dan
penyelesaian masalah koperasi setelah dilakukan pembubaran. Biasanya
penjelasan yang lebih rinci mengenai hal ini dikemukakan lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga atau aturan lainnya.
Sanksi-sanksi, merupakan ketentuan mengenai sanksi yang diberikan
kepada anggota, pengurus dan pengawas koperasi,
karena terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap Anggaran Dasar atau
aturan lain-nya yang telah ditetapkan.
Anggaran rumah tangga dan peraturan khusus, yaitu ketentuan-ketentuan
pelaksana dalam Anggaran Dasar yang sebelumnya dimuat dalam Anggaran
Dasar.
Penutup
c. Pembentukan pengurus, pengawas, yaitu memilih anggota orang-orang
yang akan dibebani tugas dan tanggungjawab atas pengelolaan, pengawasan
di koperasi
d. Neraca awal koperasi, merupakan perincian posisi aktiva dan pasiva
diawal pembentukan koperasi
e. Rencana kegiatan usaha, dapat berisikan latar belakang dan dasar
pembentukan serta rencana kerja koperasi pada masa akan datang.
C. Pengesahan badan hukum Setelah terbentuk pengurus dalam rapat
pendirian koperasi, maka untuk mendapatkan badan hukum koperasi,
pengurus/pendiri/kuasa pendiri harus mengajukan permohonan badan hukum
kepada pejabat terkait, sebagai berikut : a. Para pendiri atau kuasa
pendiri koperasi terlebih dulu mengajukan permohonan pengesahan akta
pendirian secara tertulis kepada diajukan kepada Kepala Dinas Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah, dengan melampirkan :
1. Anggaran Dasar Koperasi yang sudah ditandatangani pengurus rangkap
dua, aslinya bermaterai)
2. Berita acara rapat pendirian koperasi.
3. Surat undangan rapat pembentukan koperasi
4. Daftar hadir rapat.
5. Daftar alamat lengkap pendiri koperasi.
6. Daftar susunan pengurus, dilengkapi photo copy KTP (untuk KSP/USP
dilengkapi riwayat hidup).
7. Rencana awal kegiatan usaha koperasi.
8. Neraca permulaan dan tanda setor modal minimal Rp.5.000.000 (lima
juta rupiah) bagi koperasi primer dan Rp.15.000.000 (lima belas juta
rupiah) bagi koperasi sekunder yang berasal dari simpanan pokok, wajib,
hibah.
9. Khusus untuk KSP/USP disertai lampiran surat bukti penyetoran modal
sendiri minimal Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah) bagi koperasi
primer dan Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) bagi koperasi
sekunder yang berupa deposito pada bank pemerintah.
10. Mengisi formulir isian data koperasi.
11. Surat keterangan dari desa yang diketahui oleh camat.
b. Membayar tarif pendaftaran pengesahan akta pendirian koperasi
sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).
c. Apabila permintaan pengesahaan akta pendirian koperasi telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan di atas kepada pendiri atau kuasa
pendiri diberikan bukti penerimaan.
d. Pejabat koperasi, yaitu Kepala Dinas Koperasi dan UKM akan
memberikan pengesahaan terhadap akta koperasi apabila ternyata setelah
diadakan penelitian Anggaran dasar koperasi.
- tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang
perkoperasian, dan
- tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
e. Pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak penerimaan
permohonan pengesahan badan hukum dari koperasi yang bersangkutan harus
telah memberikan jawaban pengesahannya. Tetapi biasanya proses
pengesahan di dinas koperasi dapat selesai hanya dalam waktu 3 (tiga)
minggu. f. Bila Pejabat berpendapat bahwa Akte Pendirian/Anggaran Dasar
tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang koperasi dan
peraturan pelaksananya serta kegiatannya sesuai dengan tujuan, maka
akte pendirian di daftar dengan nomor urut dalam Buku Daftar Umum.
Kedua buah Akte Pendirian/Anggaran Dasar tersebut dibubuhi tanggal,
nomor pendaftaran tentang tanda pengesahan oleh Pejabat a.n Menteri.
g. Tanggal pendaftaran akte Pendirian berlaku sebagai tanggal sesuai
berdirinya koperasi yang mempunyai badan hukum, kemudian Pejabat
mengumumkan pengesahan akta pendirian di dalam Berita Negara Republik
Indonesia
h. Buku Daftar Umum serta Akte-Akte salinan/petikan ART/AD Koperasi
dapat diperoleh oleh pengurus koperasi dengan mengganti biaya fotocopy
dan harus dilegalisir oleh Pejabat Koperasi yang bersangkutan. Biaya
yang dikenakan untuk hal di atas adalah Rp. 25.000
i. Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan
penolakan diberitahukan oleh pejabat kepada para pendiri secara
tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya
permintaan.
j. Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat
mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterimanya penolakan.
k. Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan
ulang. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian
Koperasi dan UKM Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia
pada tanggal 4 Mei 2004 dan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor
: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi
membuat perubahan dalam prosedur pendirian koperasi yaitu proses
pembuatan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan akta-akta lain
berkaitan dengan koperasi sebagai badan hukum maka hal tersebut
dilakukan dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan hukum kepada masyarakat. Berdasarkan Kepmen No.98 tahun
2004, prosedur pendirian koperasi yang melibatkan notaris di dalamnya,
masih mengikuti prosedur yang ada, tetapi ada beberapa tahapan yang
melibatkan notaris yaitu :
Rapat pembentukan koperasi selain mengundang minimal 20 orang calon
anggota, pejabat desa, pejabat dinas koperasi hendaknya mengundang pula
notaris yang telah ditunjuk pendiri koperasi, yaitu notaris yang telah
berwenang menjalankan jabatan sesuai dengan jabatan notaris,
berkedudukan di wilayah koperasi itu berada (dalam hal ini berkedudukan
di Kabupaten Bandung), serta memiliki sertifikat tanda bukti telah
mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian yang ditandatangani oleh
menteri koperasi dan UKM RI.
Notaris yang telah membuat akta pendirian koperasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian membacakan dan
menjelaskan isinya kepada para pendiri, anggota atau kuasanya sebelum
menanda-tangani akta tersebut.
Kemudian akta pendirian koperasi yang telah dibuat notaris pembuat akta
koperasi disampaikan kepada pejabat dinas koperasi untuk dimintakan
pengesahannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
pasal pasal koperasi
PASAL-PASAL TENTANG KOPERASI
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI.
PASAL-PASAL TENTANG KOPERASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:
1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam
dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota
koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.
2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha
simpan pinjam.
3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang
usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang
bersangkutan.
4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota,
koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk
tabungan, dan simpanan koperasi berjangka.
5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya
dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang
bersangkutan.
6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya
dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan koperasi
yang bersangkutan dengan menggunakan Buku Tabungan Koperasi.
7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan
pembayaran sejumlah imbalan.
8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.
BAB II
ORGANISASI
Bagian Pertama
Bentuk Organisasi
Pasal 2
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam.
(2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau
Koperasi Sekunder.
(3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau
Koperasi Sekunder.
Bagian Kedua
Pendirian
Bagian Kedua
Pendirian
Pasal 3
(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata cara
pengesahan Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam
diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dengan tambahan lampiran:
a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. Administrasi dan pembukuan;
c. nama dan riwayat hidup calon Pengelola;
d. daftar sarana kerja.
(3) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku sebagai izin usaha.
Pasal 4
(1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit
Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berlaku sebagai izin usaha.
Pasal 5
(1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas usahanya di
bidang simpan pinjam wajib mengadakan perubahan Anggaran Dasar dengan
mencantumkan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usahanya.
(2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan dengan
disertai tambahan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) berlaku sebagai izin usaha. Bagian Ketiga Jaringan Pelayanan
Pasal 6
(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.
(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berupa :
a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan
kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai
wewenang memutuskan pemberian pinjaman;
b.
Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam
menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya
serta mempunyai wewenang menerima permohonan pinjaman tetapi tidak
mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman;
c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan
kegiatan usaha untuk menghimpun dana.
Pasal 7
(1)Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.
(2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan
persetujuan Menteri tetapi harus dilaporkan kepada Menteri paling
lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pembukaan kantor
BAB III
PENGELOLAAN
Pasal 8
(1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan
oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
(3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab
kepada Pengurus.
(4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa
perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.
(5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
Pengelola wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.
Pasal 9
(1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi persyaratan
minimal sebagai berikut:
a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik; c.mempunyai keahlian di bidang
keuangan atau pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang
dalam usaha simpan pinjam.
(2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi persyaratan
minimal sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b. memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.
Pasal 10
Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap usaha
simpan pinjam maka berlaku ketentuan mengenai persyaratan Pengelola
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 11
Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka:
a. sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Pengelola
wajib mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti
pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan
pinjam.
b. di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai
derajat ke satu menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping.
Pasal 12
(1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari unit
usaha lainnya.
(2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya
penyelenggaraan kegiatan unit yang bersangkutan, dipergunakan untuk
keperluan sebagai berikut:
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan nilai
transaksi;
b. pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c. membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan Pinjam.
(3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan
keperluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan kepada
koperasi yang bersangkutan untuk dibagikan kepada seluruh anggota
koperasi.
(4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diajukan
oleh Pengurus Unit Simpan Pinjam untuk mendapat persetujuan para
anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.
Pasal 13
(1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah
dikurangi dana cadangan, dipergunakan untuk :
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana
yang ditanamkan sebagai modal sendiri pada koperasi dan nilai
transaksi;
b. membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.
(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d diputuskan oleh Rapat
Anggota.
Pasal 14
(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek
permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga
kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.
(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus
ditingkatkan;
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal
sendiri;
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan
harus berimbang.
(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek;
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah
dihimpun.
(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada
kemampuan membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan
harus berimbang.
(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan
dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan
usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas
pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva
harus wajar.
(6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit
Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta
kekayaannya.
(7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 15
(1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan simpanan berjangka dan tabungan masing-masing
penyimpan kepada pihak ketiga dan kepada anggota secara perorangan,
kecuali dalam hal yang diperlukan untuk kepentingan proses peradilan
dan perpajakan.
(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka
dan tabungan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diajukan oleh pimpinan instansi yang menangani proses
peradilan atau perpajakan kepada Menteri.
BAB IV
PERMODALAN
Pasal 16
(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat
ditambah dengan modal penyertaan.
(2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan
sebagian modal dari koperasi untuk modal kegiatan simpan pinjam.
(3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa
modal tetap dan modal tidak tetap.
(4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit lainnya
dalam Koperasi yang bersangkutan.
(5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan modal
tetap Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak
boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang semula.
(6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, Koperasi
Simpan Pinjam dapat menghimpun modal pinjaman dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
(2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun modal
pinjaman sebagai modal tidak tetap dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
(3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BAB V
KEGIATAN USAHA
Pasal 18
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota,
calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau
anggotanya.
(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam
waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok harus
menjadi anggota.
Pasal 19
(1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
adalah:
a. menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari
anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain
dan atau anggotanya.
(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat
dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon
pinjaman.
(3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam
melayani koperasi lain dan atau anggotanya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi.
Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengutamakan
pelayanan kepada anggota.
(2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka
calon anggota dapat dilayani.
(3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan
sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat dilayani berdasarkan
perjanjian kerjasama antar koperasi yang bersangkutan.
(4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) diberikan melalui koperasinya.
Pasal 21
(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian pinjaman baik kepada anggota, calon anggota, koperasi lain
dan atau anggotanya.
(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku
pula bagi pinjaman kepada Pengurus dan Pengawas.
Pasal 22
(1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah
melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan,
sertifikat deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.
(2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 dan Pasal 19 dilakukan dengan pemberian imbalan.
(2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Rapat
Anggota.
BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 24
Pembinaan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
dilakukan oleh Menteri.
Pasal 25
Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan
ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha
koperasi.
Pasal 26
(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui koperasi yang
bersangkutan wajib menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada
Menteri.
(2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu diaudit
oleh akuntan publik dan diumumkan.
(3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 27
(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan.
(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memberikan
kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada
padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan
yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang
bersangkutan.
Pasal 28
(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengalami
kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya, Menteri dapat
memberikan petunjuk kepada Pengurus untuk melakukan tindakan sebagai
berikut:
a. penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b. Penggantian Pengelola;
c. penggabungan dengan koperasi lain;
d. penjualan sebagian aktiva tetap;
e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap mengalami
kesulitan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila mengalami salah
satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut:
a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu
pendirian;
b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek;
c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan
berjangka dan tabungan;
d. mengalami kerugian;
e. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dan
Unit Simpan Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan ini.
BAB VII
PEMBUBARAN
Pasal 29
(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan
oleh Rapat Anggota.
(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam harus dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan
tidak melakukan pembubaran, maka Menteri dapat:
a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk
membubarkan;
b. melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administratif kepada
Pengurus Koperasi yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan di bawah pengawasan Menteri.
Pasal 30
Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, pihak
yang mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya
harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang
dapat dicairkan untuk memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.
Pasal 31
(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam oleh
Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku bagi hal tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini.
(2) Penyelesaian lebih lanjut sebagai akibat dari pembubaran Unit
Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.
Pasal 32
(1) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pembubaran Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam diupayakan tidak melalui ketentuan kepailitan.
(2) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
yang mengarah kepada kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum
mengajukan kepailitan kepada instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan wajib meminta
pertimbangan Menteri.
(3) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 33
Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. gaji pegawai yang terutang;
b. biaya perkara di Pengadilan;
c. biaya lelang;
d. pajak Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam;
e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan
gedung;
f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara
berimbang untuk setiap penyimpan/ penabung dalam jumlah yang ditetapkan
oleh Tim Penyelesaian berdasarkan persetujuan Menteri;
g. kreditur lainnya.
Pasal 34
(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada
harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang
bersangkutan dan dikeluarkan terlebih dahulu dari dana yang ada atau
dari setiap hasil pencairan harta tersebut.
(2) Biaya pegawai, kantor dan pencairan harta kekayaan selama masa
penyelesaian disusun dan ditetapkan oleh pihak yang melakukan
pembubaran.
(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan
pembubaran dalam jumlah yang tetap dan atau berdasarkan prosentase dari
setiap hasil pencairan harta kekayaan.
Pasal 35
Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 masih terdapat sisa
harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, maka:
a. dalam hal Koperasi Simpan Pinjam, sisa harta tersebut dibagikan
kepada anggota Koperasi Simpan Pinjam.
b. dalam hal Unit Simpan Pinjam, sisa harta tersebut diserahkan kepada
koperasi yang bersangkutan.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam diatur dalam Keputusan Menteri.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 37
(1) Dalam hal koperasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) serta Pasal 27 ayat (2),
koperasi yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif.
(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin
dikenakan sanksi administratif berupa pembubaran dan sanksi
administratif lainnya.
(3) Persyaratan dan tata cara sanksi administratif diatur oleh Menteri.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan
bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat yang melakukan
kegiatan simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam
menyelenggarakan kegiatannya tersebut dalam bentuk koperasi.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam
yang sudah berjalan pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap
melaksanakan kegiatan usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)