Tampilkan postingan dengan label SOFTSKIL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOFTSKIL. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Juni 2015

Letter Of Enquiry (task 3)

 Diki Irawan
12211083
4EA24


INSAN PRIMA NATIONAL TRADING COMPANY
Jln. K.H Noor Ali No. 38 Bekasi 10240
Ref : 01/123/12 C                                                                                      7th May, 2015
Mr. Stephen Juhara
Sales Manager
PT. MULTI JAYA ABADI
132 Jln. Mapilindo Raya, Surabaya, 2860

Dear Mr. Juhara

        After visiting a stand at the Indonesian Trade Fair held in Jakarta a few days ago, may I know the detile about Montana Ladies’ Shoes, You can send me a catalogues of the complete ranges of the Montana Ladies’ Shoes together with the price-list and terms of payment.
        If the price are competitive and the terms of payments are satisfactory, I would like to order in the future.
Your sincerely,


                                                                                                                Diki Irawan
                                                                                                Purchase Manager


Selasa, 20 Januari 2015

Keadilan Dalam Perusahaan

Dalam kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis. Tidak mengherankan bahwa hingga sekarang keadilan selalu menjadi salah satu topic penting dalam etika bisnis.

a. Teori keadilan Aristoteles Atas pengaruh Aristoteles secara tradisional keadilan dibagi menjadi tiga :

1. Keadilan Legal

Keadilan legal yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. Keadilan Komutatif

Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yan lain atau antara warganegara yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman, memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan menjual barang dengan mutu dan harga yang seimbang.

3. Keadilan Distributif

Prinsip dasar keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara. Keadilan distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan. Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan. Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah. Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim, dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan pembedaan antara hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat. Karena, berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua peni laian yang terakhir itu dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa didapatkan dari fitrah umum manusia.

b. Teori Keadilan Adam Smith

Pada teori keadilan Aristoteles, Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.

1. Prinsip No Harm

Prinsip keadilan komutatif menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak merugikan dan melukai orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota masyarakat baik menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya. Pertama, keadilan tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga menyangkut pencegahan terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain. Kedua, pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Ketiga, keadilan berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.

2. Prinsip Non-Intervention

Disamping prinsip no harm, juga terdapat prinsip no intervention atau tidak ikut campur dan prinsip perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan.

3. Prinsip Keadilan Tukar

Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan tukar ini, Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya produksi berupa upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa. Sedangkan harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang didalam pasar.

c. Keadilan sosial ala John Rawls John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberika manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume, Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat. Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak. Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Dengan demikian, prisip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

d. Prinsip Keadilan Distributif Rawls

Rawls merumuskan dua prinsip keadilan distributif, sebagai berikut:

a. the greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip the greatest equal principle, menurut penulis, tidak lain adalah ”prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang (i.c. para kontraktan). Prinsip ini merupakan ruh dari azas kebebasan berkontrak.

b. ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diperhatikan azas atau prinsip berikut: (1) the different principle, dan (2) the principle of fair equality of opportunity. Prinsip ini diharapkan memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan kondisi dan kesempatan yang sama, semua posisi dan jabatan harus terbuka bagi semua orang (Prinsip Perbedaan Obyektif). Prinsip kedua, yaitu “the different principle” dan ”the principle of (fair) equality of opportunity”, menurut penulis merupakan “prinsip perbedaan obyektif”, artinya prinsip kedua tersebut menjamin terwujudnya proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban para pihak, sehingga secara wajar (obyektif) diterima adanya perbedaan pertukaran asalkan memenuhi syarat good faith and fairness (redelijkheid en billijkheid). Dengan demikian, prinsip pertama dan prinsip kedua tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sesuai dengan azas proprosionalitas, keadilan Rawls ini akan terwujud apabila kedua syarat tersebut diterapkan secara komprehensif. Dengan penekanannya yang begitu kuat pada pentingnya memberi peluang yang sama bagi semua pihak, Rawls berusaha agar keadilan tidak terjebak dalam ekstrem kapitalisme di satu pihak dan sosialisme di lain pihak. Rawls mengatakan bahwa prinsip (1) yaitu the greatest equal principle, harus lebih diprioritaskan dari prinsip (2) apabila keduanya berkonflik. Sedang prinsip (2), bagian b yaitu the principle of (fair) equality of opportunity harus lebih diprioritaskan dari bagian a yaitu the different principle. Keadilan harus dipahami sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati pelbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keuntungan tersebut juga harus membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan prospek hidupnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pertanggungjawaban moralitas ”kelebihan” dari mereka yang beruntung harus ditempatkan pada ”bingkai kepentingan” kelompok mereka yang kurang beruntung. “The different principle” tidak menuntut manfaat yang sama (equal benefits) bagi semua orang, melainkan manfaat yang sifatnya timbal balik (reciprocal benefits), misalnya, seorang pekerja yang terampil tentunya akan lebih dihargai dibandingkan dengan pekerja yang tidak terampil. Disini keadilan sebagai fairness sangat menekankan azas resiprositas, namun bukan berarti sekedar ”simply reciprocity”, dimana distribusi kekayaan dilakukan tanpa melihat perbedaan-perbedaaan obyektif di antara anggota masyarakat. Oleh karenanya, agar terjamin suatu aturan main yang obyektif maka keadilan yang dapat diterima sebagai fairness adalah pure procedural justice, artinya keadilan sebagai fairness harus berproses sekaligus terefleksi melalui suatu prosedur yang adil untuk menjamin hasil yang adil pula. Terkait dengan kompleksitas hubungan kontraktual dalam dunia bisnis, khususnya terkait dengan keadilan dalam kontrak, maka berdasarkan pikiran-pikiran tersebut di atas kita tidak boleh terpaku pada pembedaan keadilan klasik. Artinya analisis keadilan dalam kontrak harus memadukan konsep kesamaan hak dalam pertukaran (prestasi – kontra prestasi) sebagaimana dipahami dalam konteks keadilan komutatif maupun konsep keadilan distributif sebagai landasan hubungan kontraktual. Memahami keadilan dalam kontrak tidak boleh membawa kita kepada sikap monistic (paham tunggal), namun lebih dari itu harus bersikap komprehensif. Dalam keadilan komutatif yang menjadi landasan hubungan antara person, termasuk kontrak, hendaknya tidak dipahami sebagai kesamaan semata karena pandangan ini akan membawa ketidakadilan ketika dihadapkan dengan ketidakseimbangan para pihak yang berkontrak. Dalam keadilan komutatif didalamnya terkandung pula makna distribusi-proporsional. Demikian pula dalam keadilan distributif yang dipolakan dalam hubungan negara dengan warga negara, konsep distribusi-proporsional yang terkandung didalamnya dapat ditarik ke perspektif hubungan kontraktual para pihak.

c. Jalan Keluar atas Masalah Ketimpangan Ekonomi

Jalan keluar untuk memecahkan persoalan perbedaan dan ketimpangan ekonomi dan sosial yang antara lain disebabkan oleh pasar adalah bahwa disamping menjamin kebebasan yang sama bagi semua, negara dituntut untuk mengambil langkah dan kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk membantu memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi kelompok yang secara objektif tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri. Langkah atau kebijaksanaan khusus ini memang hanya dimaksudkan untuk kelompok yang memang atas kemampuan mereka sendiri tidak bisa memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi mereka. Jadi jalan keluar yang diajukan atas ketimpangan ekonomi adalah dengan mengandalkan kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan untuk membantu kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar secara maksimal.

http://m31ly.wordpress.com/2009/11/13/6/


CONTOH kasus :
1. Salah satu pilar yang mempengaruhi kehidupan masyarakat adalah sektor ekonomi ataupun komunitas bisnis. Selanjutnya keadilan merupakan kata kunci dalam aktivitas bisnis, dikarenakan ini berhubungan dengan pembagian barang dan jasa yang terbatas kepada semua orang. Dasar teori ekonomi adalah, bagaimana setiap orang memaksimalkan keuntungan atau kegunaan maupun pemenuhan kebutuhannya dari barang dan jasa yang terbatas. Penekanan dalam paradigma ini adalah, “maksimalisasi” dan “terbatas”. Berkenaan dengan seorang konsumen atau pengguna barang dan jasa, tingkat kegunaan diukur dengan nilai uang, tingkat kepuasan, kesehatan, kenyamanan, keamanan ataupun kesejahteraan. Contohnya, dengan anggaran yang terbatas, seseorang berusaha mendapatkan rumah yang baru serta memberikan kenyamanan paling maksimum. Sementara itu bagi penghasil barang dan jasa ataupun produsen, tingkat kegunaan diukur dengan profit atau pendapatan. Dengan pengetahuan yang dimiliki, setiap orang akan mencari pekerjaan yang memberikan pendapatan paling tinggi, ataupun dengan modal dan tenaga kerja yang ada, produsen berupaya membuat barang dan jasa sebaik mungkin agar memberikan keuntungan paling tinggi.

Wujudnya kelangkaan ekonomi dalam kehidupan manusia, kekayaan atau pemilikan barang dan jasa tidak terlepas dari keadilan. Keadilan atau ketidakadilan tidak akan menjadi masalah bilamana barang dan jasa atau sumber daya yang tersedia berlimpah hingga tidak mempunyai harga, seperti air laut, angin dan sinar matahari jika terbiar tanpa diikhtiar, ataupun apabila suatu wilayah yang sangat luas dan kaya terhadap sumber daya alam hanya ada segelintir manusia. Karena itu, semakin langka barang dan jasa serta sumber daya alam, sementara jumlah penduduk terus bertambah, maka semakin besar masalah distribusi. Selanjutnya semakin besar permasalahan keadilan di dalam ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat.

Dengan demikian, keadilan menjadi masalah penting dalam etika. Pernyataan Bertens (2000), sulit sekali untuk dibayangkan orang atau instansi yang berlaku etis tetapi tidak mempraktekkan keadilan atau bersikap tak acuk terhadap ketidakadilan. Karenanya dari sudut pandang ekonomi adalah, menyangkut etika bisnis, karena bisnis adalah aktivitas ekonomi. Dalam aktivitas ini berlaku adalah tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan, dan interaksi lainnya dengan tujuan memperoleh manfaat atau keuntungan. Dari sisi pandang ekonomi, bisnis yang bagus adalah, menghasilkan manfaat dan kuntungan paling besar. Akan tetapi etika bisnis menjadi tidak relevan pada saat dinilai dari sisi pandang moral. Contohnya, demi mengejar keuntungan sebesar mungkin, sebuah perusahaan pertambangan emas dan lain sebagainya, maka dengan tanpa perasaan siap mengorbankan kepentingan sosial dan atau tanpa memperhatikan serta merusak lingkungan di sekitar tempat dieksploitasi pertambangan, sehingga berlaku semena-mena untuk meraih keuntungan yang besar.

Ilustrasi tersebut jelas bahwa, ketamadunan masyarakat dilihat dari aspek ekonominya adalah, berhubungan dengan pendistribusian secara adil barang dan jasa terhadap semua orang sesuai proporsinya masing-masing. Ketidakadilan dalam ekonomi berlaku dalam berbagai aspek, bermula dari ketimpangan dalam pembahagian tanah pertanian, kesempatan kerja, sistem penggajian hingga kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesemuanya ini bermuara kepada kemiskinan. Dengan kata lain, ketidakadilan dalam ekonomi erat keterkaitannya dengan masalah kemiskinan dan kesenjangan. Sangatlah mustahil untuk menyatakan bahwa, suatu bangsa sangat bertamadun jika di negara tersebut sebahagian besar penduduknya sangat miskin, buruh sangat tertindas, sebahagian besar petaninya adalah petani gurem.

Dari kacamata ekonomi, bisnis yang baik adalah yang selalu menghasilkan keuntungan besar. Di dalam teori produsen atau teori ekonomi mikro, dinyatakan bahwa setiap pengusaha mencari keuntungan sebesar mungkin, dengan biaya seminimum mungkin. Maksimalisasi keuntungan merupakan tema krusial dalam ilmu ekonomi, ini merupakan cita-cita ataupun dasar perkembangan kapitalisme liberal yang tumbuh pesat sejak era merkantilisme, kemudian, fisiokrat oleh Francis Quesnay dilanjutnya para ekonom mahzab liberal klasik sejak abad 18 yang lalu, oleh Adam Smith dilanjutkan David Ricardo, Thomas Malthus, James Mill, John Stuart Mill dan lain-lain . Sehingga mendorong negara-negara Eropah Barat melakukan ekspansi ke Afrika, Timur Tengah dan Asia, seperti halnya Belanda dengan mengawali misi dagang VOC dalam menjajah Indonesia.

Kondisi riel saat ini banyak kasus yang empiris dapat terlihat merefleksikan bisnis kapitalis, sebagai realitas penjajahan ekonomi kapitalis. Sebagai contoh, pertama, salah satu bahkan dapat dikatakan sebagai motivasi utama dari perusahaan-perusahaan di negara-negara maju memindahkan pabrik-pabrik mereka ke negara-negara sedang berkembang adalah mencari sumber daya alam berlimpah dan tenaga kerja murah. Kedua, banyak perusahaan lebih suka memilih buruh lepas atau kotrakan daripada pegawai tetap demi keuntungan. Ketiga, banyak perusahaan-perusahaan di sektor industri di banyak negara melakukan “subcontracting” dengan pemasok-pemasok skala kecil, bukan ingin berbagi keuntungan melainkan untuk mengurangi biaya produksi dan menggeser risiko bisnis kepada para pemasok-pemasok tersebut.

Sementara itu dari sudut pandang moral, bisnis yang selalu membuat keuntungan besar tidak selalu dianggap bagus, bilamana keuntungan tersebut didapat dengan cara tidak manusiawi. Seperti, malakukan eksploitasi pertambangan tanpa mengenal waktu siang dan malam, tidak memberikan keuntungan sosial terhadap masyarakat dan merusak lingkungan hidup. Ini merupakan contoh konkrit sikap pengusaha atau pelaku bisnis yang telah melanggar etika bisnis.

Jadi etika bisnis adalah aktivitas yang tidak merugikan salah satu pihak, dan menguntungkan kedua belah pihak. Secara konkrit, etika bisnis atau disebut juga etika ekonomi berkaitan dengan praktek-praktek monopoli, oligopoli, kolusi, dan semacamnya yang sangat mempengaruhi tidak saja sehat-tidaknya suatu ekonomi, tetapi juga baik tidaknya praktek-praktek bisnis di suatu negara dan wilayah.

Konkritnya aspek sosial ekonomi adalah memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga masyarakat, pekerjaan dengan pendapatan yang baik atau kehidupan layak. Menurut Keraf (1998), prinsip dasar keadilan distributif adalah distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dengan kata lain, keadilan distributif menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Teori egalitarianisme menyatakan pembagian bisa saja dikatakan adil jika semua orang mendapatkan bagian yang sama. Jadi dasar pemikiran ini adalah, bahwa membagi dengan adil adalah membagi rata. Teori sosialistis memilih prinsip kebutuhan setiap orang sebagai dasar pemikirannya. Jadi kebutuhan masyarakat adil, jika kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti sandang, pangan, papan. Sosialisme memikirkan masalah-masalah pekerjaan bagi kaum buruh dalam konteks industrialisasi. Jadi beban berat harus dibagi dituntut pengorbanan semua masyarakat, hal-hal yang baik untuk diperoleh harus diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Teori liberalistis yang menganggap pembagian atas dasar kebutuhan sebagai cara yang tidak adil. Pembahagian harus didasarkan pada usaha-usaha bebas dari individu-individu bersangkutan. Jika tidak berusaha, tidak mempunyai hak pula untuk memperoleh sesuatu. Oleh karena itu menurut Bertens (2000) jika keadilan adalah memberikan kepada setiap orang menjadi haknya, misalnya hak pekerjaan, pendidikan, kelestarian lingkungan hidup, pelayanan kesehatan dan hak-hak sosial lainnya, maka keadilan sosial ekonomi terwujud, bila hak-hak sosial ekonomi terpenuhi. Karena kompleksitas masyarakat modern, maka keadilan sosial ekonomi yang sesungguhnya tidak pernah dapat dilaksanakan dengan sempurna. Namun demikian, tidak pula menciptakan penjajahan serta penjarahan ekonomi dengan model dan gaya baru

2.Bisnis adalah kegiatan ekonomi, atau ekonomi adalah kegiatan bisnis.

Dari sudut pandang ekonomi, bisnis yang baik adalah yang selalu menghasilkan keuntungan besar. Di dalam teori produsen (teori ekonomi mikro), dikatakan bahwa setiap pengusaha mencari keuntungan sebesar mungkin dengan biaya seminimum mungkin. Maksimalisasi keuntungan merupakan tema penting dalam ilmu manajemen ekonomi, dan ini merupakan cita-cita,

Ini juga yang mendorong negara-negara di Eropa Barat melakukan ekspansi ke Afrika, Timur Tengah dan Asia, seperti halnya Belanda ke Indonesia yang diawali dengan misi dagang dari V.O.C. yang akhirnya menjajah Indonesia.

Kalau memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, maka dengan sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Karena, setiap perusahaan/pengusaha akan berproduksi dengan cara mengeksploitasi pekerja-pekerjannya; kalau bisa tidak mengeluarkan satu senpun biaya yang berarti buruh-buruhnya tidak digaji. Hingga saat ini banyak sekali kasus yang dapat dilihat yang merefleksikan dasar pemikiran bisnis kapitalis. Beberapa contoh dapat disebut di sini.

1. salah satu atau bahkan dapat dikatakan sebagai motivasi utama dari perusahaan-perusahaan di negara-negara industri maju memindahkan pabrik-pabrik mereka ke negara-negara sedang berkembang adalah mencari tenaga kerja murah. Kedua,
2. Banyak perusahaan di Indonesia lebih suka memakai buruh lepas atau kontrakan daripada pegawai tetap demi keuntungan perusahaan.
3. Banyak perusahaan-perusahaan di sektor industri manufaktur di Indonesia dan dibanyak negara lainnya melakukan subcontracting dengan pemasok-pemasok skala kecil, bukan karena ingin berbagi keuntungan dengan mereka melainkan untuk mengurangi biaya produksi dan sekaligus menggeser resiko bisnis akibat perubahan pasar secara tiba-tiba ke para pemasok-pemasok tersebut.

Sedangkan dari sudut pandang moral, bisnis yang selalu membuat keuntungan besar tidak selalu dianggap sebaga bisnis yang bagus, apabila keuntungan tersebut didapat dengan cara ketidakmanusiaan seperti misalnya

* membayar upah yang sangat murah atau dengan cara penipuan

* memakai bahan baku yang rendah kualitasnya tanpa pengetahuan konsumen, seperti dalam kasus tahu dengan memakai bahan pengawet formalin.

Kasus formalin ini merupakan satu contoh konkrit dari suatu sikap pengusaha/pelaku bisnis yang telah melanggar etika dalam bisnis atau yang umum disebut etika bisnis. Tetapi apakah etika bisnis itu sendiri?

Menurut Keraf (1998) etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lainatau dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi, secara sederhana etika bisnis dapat dirumuskan sebagai cara-cara yang baik, yang manusiawi dalam melakukan bisnis, atau melakukan bisnis sesuai norma-norma moral yang umum diterima.

Masalah etika bisnis tidak hanya pada tingkat pengusaha/perusahaan secara individu, tetapi juga pada tingkat nasional, baik yang dilakukan oleh masyarakat secara umum atau pemerintah. Yang dilakukan oleh masyarakat, misalnya penjualan dan pembelian kaset bajakan seperti yang terjadi dalam kasus kaset musik hasil Live Aid yang dipimpin oleh Bob Geldof dan diselenggarkan serentak di stadion F. Kennedy di Philadelphia, Amerika Serikat, dan di stadion Wembley di London, Inggris, pada 13 Juli 1985. Konser amal ini bertujuan untuk mengumpulkan dana untuk membantu korban kelaparan di Ethiopia, Afrika. Beberapa waktu kemudian muncul kaset-kaset rekaman konser tersebut di sejumlah negara di Timur Tengah dan juga di Indonesia. Di Indonesia, kaset-kaset tersebut mencantumkan made in Indonesia, dan bahkan ada yang memakai pita cukai Indonesia. Menurut berita dari Tempo (14 dan 12 Desember 1985), diperkirakan ada 10 perusahaan rekaman di Indonesia yang terlibat di dalam pembajakan kaset tersebut.

Sedangkan pelanggaran etika bisnis yang dilakukan pemerintah Indonesia selama ini bisa dilihat misalnya adalah dalam kasus pembagian lahan pertanian. Walaupun Indonesia memiliki Undang-Undang Agraria dan UUD 1945 Pasal 33 menekankan keadilan dalam ekonomi, sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini tidak ada usaha mencegahan terhadap “perampasan” tanah milik petani oleh masyarakat kaya. Jadi, dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa bicara etika bisnis adalah bicara soal kegiatan bisnis yang tidak merugikan salah satu pihak atau menguntungkan kedua belah pihak. Menurut Keraf (1998), ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis.

1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
2. Etika bisnis adalah untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas sebagai pemilik aset umum seperti lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga
3. Etika bisnis pada tingkat makro, yakni berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Secara konkrit, etika bisnis ini atau disebut juga etika ekonomi berbicara soal praktek-praktek monopoli, oligopoli, kolusi, dan semacamnya yang sangat mempengaruhi tidak saja sehat-tidaknya suatu ekonomi tetapi juga baik tidaknya praktek-praktek bisnis di suatu negara.

3.Kenaikan Harga Tiket Jambi-Padang Tak
Manusiawi
MEDAN | DNA – Adanya dugaan beberapa maskapai penerbangan yang melihat musibah gempa di Padang dan Jambi sebagai peluang bisnis dengan menaikkan harga tiket pesawat kelas ekonomi adalah perbuatan tidak manusiawi. Demikian ditegaskan anggota Fraksi PPP DPTD Medan Drs. Muhammad Yusuf, SPDI Selasa (6/10) diruang kerjanya.
Dikatakannya, banyaknya keluhan masyarakat karena terjadi lonjakan harga tiket jurusan Padang-Jambi pasca gempa mesti menjadi perhatian serius pemerintah. Kita sangat mendukung apa yang disampaikan Kepala Cabang PT (Persero) II Angkasa Pura Bandara Polonia Endang A. Sumiarsih beberapa waktu lalu akan mencabut ijin operasional counter tiket tidak diperbolehkan lagi ada di Bandara Polonia bagi 3 maskapai penerbangan Mandala Airlines, Sriwijaya Airlines dan Lion Airlines kalau menjual tiket melebihi TBA (Tarif Batas Atas).
"Namun kita sangat mengharapkan adanya tindak lanjut yang serius dari pernyataan Kacab Angkasa Pura Bandara Polonia tersebut. Jangan hanya sekedar lips service belaka. Disamping itu TNI Angkatan Udara, Kepolisian, administrator Bandara dan pihak terkait mesti proaktif mendukung niat baik dan pernyataan itu," kata Yusuf yang juga wakil ketua DPC PPP Kota Medan itu.
Ditegaskannya, jauh-jauh hari Allah SWT telah mengingatkan dan memerintah umat manusia untuk saling tolong bersitolongan dalam kebaikan dan takwa. Bukan tolong bersitolongan dalam kemungkaran. Maka sikap tolong menolong adalah wajib bagi manusia termasuk menolong korban bencana alam di padang dan Jambi. Jangan kita memanfaatkan duka cita, penderitaan dan nasib tragis orang lain sebagai sumber rejeki untuk pribadi maupun kelompok.
Menurutnya, pasca musibah gempa di Padang Dan Jambi semestinya harga tiket semua transportasi bukan hanya tiket pesawat tapi harga tiket semua jenis angkutan laut, darat dan udara yang menuju lokasi bencana lebih dimurahkan. Apalagi kepada penumpang yang sengaja turun kelokasi untuk mencari, menjenguk dan mengetahui nasib kerabat maupun saudaranya diseputaran lokasi musibah. Ini kok malah yang terjadi sebaliknya banyak oknum yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Sudah begini pudarkah moralitas bangsa Indonesia yang mengaku sebagai umat yang beragama, tanya Yusuf.
Lebih lanjut dikatakannya, disamping mengontrol harga tiket pemerintah juga mesti segera menurunkan aparat hukum yang bermoral sebanyak-banyaknya untuk mengatur, mengawasi lalu lintas masuk dan keluarnya bantuan barang dan uang yang ditujukan untuk korban gempa dan keluarganya. Menguasai lokasi musibah dari oknum-oknum dan jaringan mafia yang memang mengincar bantuan bencana alam sebagai sumber rejekinya.
"Terhadap perbuatan orang perorang atau kelompok seperti ini mesti diberantas dan dicegah untuk tidak terulang lagi dimasa-masa yang akan datang dengan hukuman mati. Dapat dijadikan pelajaran dari kasus perkasus dari tragedi bencana terdahulu bahwa hampir semua bentuk bantuan barang dan uang selalu menimbulkan masalah yaitu terjadi penyimpangan dan korupsi. Perbuatan ini mesti diputus dengan hukuman mati bagi pelakunya.

Pendapat atas artikel di atas
Kejadian di atas melanggar etika dalam berbisnis. Terutama prinsip-prinsp dari etika bisnis, antara lain prinsip kejujuran, prinsip keadilan dan prinsip saling menguntungkan. Pada prinsip kejujuran, maskapai-maskapai penerbangan tidak bertindak jujur dengan tiba-tiba menaikkan harga tinggi sekali yang melampaui harga batas atas. Padahal itu merupakan peraturan dari pemerintah. Dengan kata lain, telah dilakukan penipuan kepada konsumen.
Pada prinsip keadilan, maskapai-maskapai penerbangan itu telah bertindak tidak adil. Karena memanfaatkan kondisi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. Pada saat masyarakat membutuhkan tiket murah karena keluarganya terkena bencana, harga tiket tersebut malah melonjak tinggi. Jelas ini telah melanggar prinsip keadilan.
Pada prinsip saling menguntungkan sudah jelas terlihat bahwa yang diuntungkan disini hanya maskapai penerbangan. Hal ini terlihat karena harga yang sangat tinggi membuat masyarakat kesulitan untuk memperoleh tiket (karena harganya mahal). Sedangkan harga yang seharusnya tidak mencapai sedemikian mahal harus dibayar oleh masyarakat. Kerugian dialami oleh masyarakat yang harus mengeluarkan uang tambahan untuk mendapatkan tiket tersebut.
Sangsi seharusnya diberikan pada perusahaan maskapai yang melakukan hal tersebut. Pencabutan izin operasional dapat menjadi salah satu hukuman yang dapat diberikan.



Sabtu, 20 Desember 2014

Artikel Permasalahan Yang Timbul Dalam Penilaian Kinerja

Artikel Permasalahan Yang Timbul Dalam Penilaian Kinerja

            Seperti yang telah kita ketahui bahwa hampir seluruh perusahaan melakukan penilaian kinerja yang berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya.
Ada beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan:
  • Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha
  • Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun rencana untuk mengoreksi kekurangan yang ditemukan dalam penilaian
  • Penilaian harus melayani tujuan perencanaan dengan meninjau rencana karyawan serta memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.
            Untuk melakukan penilaian dibutuhkan keahlian khusus dari seorang penyelia yang harus terbiasa dengan teknik dasar penilaian, memahami dan menghindari masalah – masalah yang dapat mengacaukan penilaian, serta dapat melaksanakannya dengan adil.
Proses penilaian kinerja yang dilakukan penyelia terdiri dari tiga tahap :
  1. Mendefinisikan pekerjan
  2. Menilai kinerja
  3. Memberikan umpan balik

Beberapa metode yang digunakan untuk melakukan penilaian antara lain :
  1. Metode Skala Peringkat Grafis yaitu Skala yang menuliskan sejumlah ciri dan jangkauan nilai kinerja untuk setiap ciri. Karyawan kemudian dinilai dengan mengidentifikasi nilai yang paling sesuai dengan tingkatan kinerjanya untuk setiap ciri.
  2. Metode Peringkat Alternasi yaitu memberikan peringkat kepada karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk berdasarkan ciri tertentu, dengan memilih yang terbaik, lalu yang terburuk , sampai semua telah diberi peringkat.
  3. Metode Perbandingan Berpasangan yaitu melakukan pemeringkatan karyawan dengan membuat diagram dari semua pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri dan menentukan karyawan mana yang lebih baik pada setiap pasangan.
  4. Metode Distribusi Kekuatan sama dengan menilai pada sebuah kurva, persentase dugaan dari yang dinilai ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
  5. Metode Kejadian Kritis yaitu menyimpan catatan tentang contoh bagus yang tidak umum atau contoh yang tidak disukai atas perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan dan meninjau catatan itu dengan karyawan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
  6. Metode Skala Peringkat Standar Perilaku (BARS) yaitu metode penilaian yang bertujuan mengkombinasikan keuntungan naratif, kejadian kritis, dan skala terukur dengan membuat skala terukur yang berdasarkan pada contoh-contoh naratif khusus mengenai prestasi yang baik dan buruk

            Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal :
Fungsi pokok pekerjaan bawahan :
  • Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
  • Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan.
  • Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan.
  • Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan.
  • Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut.
            Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
            Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit “mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM.

Prinsip Dasar Penerapan Manajemen Kinerja
Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
·         Adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya.
       Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract).

·         Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama,yaitu:
ü  Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan
ü  Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut.
ü   Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif. 
             Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan
 Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif
  Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi.

·         Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi.
      Dalam pelaksanaan manajemen kinerja terdapat lima komponen pokok, yaitu :
a)       Perencanaan kinerja, di mana atasan dana bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini atasan membantu bawahan dan menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam target kinerja individual dalam batasananggaranyangTersedia.
b)      Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan yang timbul.
c)      Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi langsungmaupuntanyajawabdenganpihak-pihakterkait.
d)     Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama sebagai kinerjabawahanpadaperiodetersebut.
e)      Diagnosis berbagai hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan guna menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut guna meningkatkan kinerja bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini, bawahan tidak merasa “dipersalahkan” atas kegagalan mencapai target kinerja yang telah disepakati dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja bawahan adalah persoalan atasan juga.

            Penilaian kinerja karyawan merupakan kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara orang yang menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk mendiskusikan apa yang saling mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini dipenuhi. Aspek-aspek yang dibahas dalam Penilaian Kinerja:
• Kinerja karyawan
• Umpan balik untuk Pengembangan karyawan
            Siklus penilaian kinerja karyawan diawali dengan penetapan sasaran kinerja berikut target yang ingin dicapai; kemudian diikuti dengan monitoring, lalu dilakukan proses evaluasi serta diakhiri dengan pemanfaatan hasil evaluasi bagi kebijakan promosi, kenaikan gaji ataupun program pengembangan.
Unsur-unsur dari penilaian kinerja karyawan yang dianggap berhasil, adalah sbb:
1)      Pengukuran terhadap hasil kinerja karyawan dan dibandingkan dengan sasaran dan standar
2)       Penghargaan terhadap kontribusi karyawan
3)      Identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan untuk saat ini dan di masa mendatang
4)      Penetapan sasaran dan/atau standar untuk periode appraisal berikutnya

Manfaat penilaian kinerja karyawan adalah sbb :
1)      Menyampaikan hasil-hasil yang diharapkan dari pekerjaan.
2)      Mencegah kesalahpahaman tentang kualitas kerja yang diinginkan.
3)      Meningkatkan produktivitas karena karyawan mendapat umpan balik
4)      Menghargai kontribusi positif
5)      Mendorong komunikasi dua arah dengan karyawan
            Tantangan yang harus dikelola dengan baik ketika kita dalam melakukan proses penilaian kinerja. Tantangan tersebut antara lain adalah :
·         Tidak memiliki skills yang diperlukan untuk melakukan Penilaian Kinerja secara efektif.
·         Karyawan tidak menunjukkan minat untuk berpartisipasi dalam Penilaian Kinerja.
·         Berpotensi untuk menimbulkan konflik.
·         Dilakukan secara tergesa-gesa karena keterbatasan waktu.
·         Tidak mendapatkan prioritas yang tinggi, sehingga sering ditunda dan kehilangan momentum.

            Lalu, Elemen apa saja yang sebaiknya dinilai dalam performance appraisal atau penilaian kinerja karyawan? Berdasar sejumlah literatur dan pengalaman praktis, terdapat dua elemen kunci yang mesti dievaluasi. Elemen atau komponen itu adalah :
1)      aspek kompetensi atau perilaku kerja karyawan
2)      aspek hasil kerja (job resylts).

Komponen Kompetensi
            Secara spesifik komponen yang pertama, yakni komponen kompetensi dirancang untuk mengevaluasi aspek kecakapan seorang karyawan. Contoh daftar kompetensi yang lazim digunakan adalah leadership, communication skills, initiative, teamwork, problem solving, dan planning & organizing skills.
            Untuk penggunaannya bisa dibedakan antara level manajer dengan staf. Misal untuk level manajer, semua contoh daftar kompetensi diatas dapat digunakan. Namun untuk staff, hanya beberapa jenis kompetensi saja yang dievaluasi. Bobot aspek kompetensi biasanya adalah 30 – 40%.
            Selanjutnya, daftar kompetensi ini diberi skala 1 – 5 (dimana 1 = buruk dan 5 = istimewa). Secara periodik (misal setiap semester), atasan diminta untuk memberikan skor berdasar skala yang sudah disusun tadi.

Permasalahan dan Kendala Dalam Penerapan Manajemen Kinerja

            Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
  • Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
  • Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi,
  • Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
  • Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.

Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
  • Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
  • Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas.
  • Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif.
  • Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan organisasi.


Selasa, 04 November 2014

HAK PEKERJA

MACAM-MACAM HAK PEKERJA

Hak Atas Pekerjaan

Hak atas pekerjaan merupakan hak azasi manusia,karena.: 

Pertama: kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktifitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau difikirkan lepas dari tubuh manusia.

Kedua: kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang lebih manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi manusia, melalui kerja mamnusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri.   

Ketiga: hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia karena kerja berkaitan dengan hak atas hidup, bahkan hak atas hidup yang layak.
Hak atas pekerjaan ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Hak atas upah yang adil
Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Dengan hak atas upah yang adil sesungguhnya bahwa:

Pertama: Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah, artinya setiap pekerja berhak untuk 
dibayar.

Kedua: setiap orang tidak hanya berhak memperoleh upah, ia juga berhak memperoleh upah yang adil yaitu upah yang sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkannya.

Ketiga: bahwa perinsipnya tidak boleh ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua karyawan, dengan kata lain harus berlaku prinsip upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.

Hak untuk berserikat dan berkumpul

      Untuk bisa memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul. Yang bertujuan untuk bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggota mereka. Menurut De Geroge, dalam suatu masyarakat yang adil, diantara perantara-perantara yang perlu untuk mencapai suatu sistem upah yang adil, serikat pekerja memainkan peran yang penting.
Ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul :
  1. Ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
  2. Dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat bersama-sama secara kompak  memperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya atas upah yang adil.
Hak atas perlindungan kesehatan dan keamanan
     
  Selain hak-hak diatas, dalam bisnis modern sekarang ini semakin dianggap penting bahwa para pekerja dijamin keamanan, keselamatan dan kesehatannya.
Karena itu pada tempatnya pekerja diasuransikan melalui asuransi kecelakaan dan kesehatan. Ini terutama dituntut pada perusahaan yang bergerak dalam bidang kegiatan yang penuh resiko. Karena itu perusahaan punya kewajiban moral untuk menjaga dan menjamin hak ini, paling kurang dengan mencegah kemungkinan hidup pekerjanya terancam dengan menjamin hak atas perlindungan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja.
Beberapa hal yang perlu dijamin dalam kaitan dengan hak atas keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja:
  1. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan melalui program jaminan atau asuransi keamanan dan kesehatan yang diadakan perusahaan itu.
  2.  Setiap pekerja berhak mengetahui kemungkinan resiko yang akan dihadapinya dalam menjalankan pekerjaannya dalam bidang tertentu dalam perusahaan tersebut.
  3.  Setiap pekerja bebas untuk memilih dan menerima pekerjan dengan resiko yang sudah diketahuinya itu atau sebaiknya menolaknya.
Jika ketiga hal ini bisa dipenuhi, suatu perusahaan sudah dianggap menjamin secara memadai hak pekerja atas perlindungan keselamatan, keamanan dan kesehatan kerja. Kalaupun pada akhirnya terjadi risiko tertentu, secara etis perusahaan tersebut tetap dinilai baik.

Hak untuk diproses hukum secara sah

Hak ini terutama berlaku ketika seorang pekerja dituduh dan diancam dengan hukuman tertentu karena diduga melakukan pelanggaran atau kesalahan tertentu. pekerja tersebut wajib diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, dan kalau ternyata ia tidak bersalah ia wajib diberi kesempatan untuk membela diri.

Ini berarti baik secara legal maupun moral perusahaan tidak diperkenankan untuk menindak seorang karyawan secara sepihak tanpa mencek atau mendengarkan pekerja itu sendiri.

Hak untuk diperlakukan secara sama

Pada perinsipnya semua pekerja harus diperlakukan secara sama, secara fair. Artinya tidak boleh ada diskriminasi dalam perusahaan entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama dan semacamnya, baik dalam sikap dan perlakuan, gaji, maupun peluang untuk jabatan, pelatihan atau pendidikan lebih lanjut.

Perbedan dalam hal gaji dan peluang harus dipertimbangkan secara rasional
Diskriminasi yang didasrkan pada jenis kelamin, etnis, agama dan semacamnya adalah perlakuan yang tidak adil.

Hak atas rahasia pribadi

Karyawan punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya, bahkan perusahan harus menerima bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan dan ingin tetap dirahasiakan oleh karyawan.

Hak atas rahasia pribadi tidak mutlak, dalam kasus tertentu data yang dianggap paling rahasia harus diketahui oleh perusahaan atau akryawan lainnya, misalnya orang yang menderita penyakit tertentu. Ditakutkan apabila sewaktu-waktu penyakit tersebut kambuh akan merugikan banyak orang atau mungkin mencelakakan orang lain.

Umumnya yang dianggap sebagai rahasia pribadi dan karena itu tidak perlu diketahui dan dicampuri oleh perusahaan adalah persoalan yang menyangkut keyakinan religius, afiliasi dan haluan politik, urusan keluarga serta urusan sosial lainnya.

Hak atas kebebasan suara hati.

Pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggapnya tidak baik, atau mungkin baik menurut perusahaan jadi pekerja harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik.

WHISTLE BLOWING
Whistle blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilapori itu bisa saja atasan yang lebih tinggi atau masyarakat luas.

Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan apa pun bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain.

Whistle blowing umumnya menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan baik perusahaan sendiri maupun pihak lain, dan kalau dibongkar memang akan mempunyai dampak yang merugikan perusahaan, paling kurang merusak nama baik perusahaan tersebut.

Contoh whistle blowing adalah tindakan seorang karyawan yang melaporkan penyimpangan keuangan perusahaan. Penyimpangan ini dilaporkan pada pihak direksi atau komisaris. Atau kecurangan perusahaan yang membuang limbah industri ke sungai. Motivasi utama dari whistle blowing adalah motivasi moral: demi mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut

Motivasi moral ada dua macam motivasi moral baik dan motivasi moral buruk.
Untuk mencegah kekeliruan ini dan demi mengamankan posisi moralnya, karyawan pelapor perlu melakukan beberapa langkah:
  1. Cari peluang kemungkiann dan cara yang paling cocok tanpa menyinggung perasaan untuk menegur sesama karyawan atau atasan itu.
  2. Karyawan itu perlu mencari dan mengumpulkan data sebanyak mungkin sebagai pegangan konkret untuk menguatkan posisinya, kalau perlu disertai dengan saksi-saksi kuat.
Ada dua macam whistle blowing :
1.       Whistle blowing internal
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi.

2.  Whistle blowing eksternal
Menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannnya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat.

Misalnya; manipulasi kadar bahan mentah dalam formula sebuah produk.
Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen.
Pekerja ini punya motivasi moral untuk membela kepentingan konsumen karena dia sadar semua konsumen adalah manusia yang sama dengan dirinya dan karena itu tidak boleh dirugikan hanya demi memperoleh keuntungan.

Tentu saja hal yang perlu diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum sampai membocorkan kasus itu ke luar, khususnya untuk mencegah sebisa mungkin agar nama perusahaan tidak tercemar karena laporan itu,,kecuali kalau terpaksa.
  1. Memastian bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh kecurangan tersebut sangat serius dan berat dan merugikan banyak orang. Dalam hal ini etika utilitarianisme dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan.
  2. Kalau menurut penilaiannya kecurangan itu besar, serius dan berakibat merugikan banyak orang, membawa kasus tersebut kepada staf manajemen untuk mencari jalan untuk memperbaiki dan menghentikan kecurangan itu.
Kalau langkah langkah intern semacam itu tidak memadai, sementara itu kecurangan tersebut tetap berlangsung, maka secara moral dibenarkan bahwa karyawan itu perlu membocorkan kecurangan itu kepada publik.

Dalam sistem sosial dimana melakukan whistle blowing akan menempatkan seorang karyawan dalam posisi yang sulit, secara moral karyawan itu diimbau untuk memutuskan sendiri apakah membocorkan atau tidak membocorkan kecurangan itu. Syaratnya keputusan itu harus diambil berdasarkan pertimbangan suara hatinya atas berbagai pro dan kontra, atas berbagai untung dan rugi yang menurut suara hatinya merupakan keputusan terbaik.

Dengan mempertimbangkan segala unsur konkret yang dihadapi, karyawan itu secara moral tidak boleh dipaksa, melainkan dibiarkan untuk memutuskan sendiri apa sikap dan tindakan yang akan diambilnya sesuai dengan suara hatinya sendiri.